Home » » 4 Tanda Koalisi Prabowo-Hatta Tak Solid Lagi

4 Tanda Koalisi Prabowo-Hatta Tak Solid Lagi

Repro: merdeka.com
Jakartabaranews.co - Calon presiden Prabowo Subianto berapi-api menolak pelaksanaan pemilihan umum presiden karena menganggap banyak kecurangan. Dia pun langsung memerintahkan saksi di KPU meninggalkan rapat rekapitulasi suara.

Langkah Prabowo ini sepertinya tidak sepenuhnya diikuti oleh partai pendukung. Pernyataan di Rumah Polonia menunjukkan siapa-siapa saja yang loyal dan tidak loyal terhadap bekas Danjen Kopassus itu.

Kondisi ini memunculkan sejumlah spekulasi jika Koalisi Merah Putih sudah mulai 'memudar'. Padahal dukungan terhadap Prabowo - Hatta sudah dipatenkan dalam sebuah acara di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.

Belakangan juga beredar jika Golkar sudah mulai melirik kubu Jokowi. Sejumlah pernyataan dari petinggi Partai Beringin menguatkan sinyal itu. Berikut beberapa tanda-tanda koalisi proPrabowo mulai tak solid:

1. Mahfud MD mundur sebagai ketua Tim Kampanye Prabowo

Mahfud MD hadir pada saat capres PrabowoSubianto menyatakan penolakannya terhadap hasil Pemilu 2014. Namun setelah pidato selesai, Mahfud menegaskan bukan lagi ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo - Hatta.

"Pak Mahfud tidak lagi jadi ketua tim kampanye nasional, digantikan Letjen (Purn) M Yunus Yosfiah," ujar Amazon Dalimunthe, anggota Timkamnas di Rumah Polonia, Senin (22/7). Menurut Amazon, nama timkamnas juga diganti menjadi "Tim Perjuangan Merah Putih untuk Keadilan dan Kebenaran."

Sebagai wakil adalah Djoko Santoso dan George Toisutta. "Jadi kan sudah selesai. Jadi saya sudah tak jadi ketua tim lagi," ujar Mahfud.

2. Hatta tak hadir saat ada Prabowo di Rumah Polonia

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo menghadiri rapat tertutup petinggi partai yang diadakan di kediaman Hatta Rajasa. Dradjad diberi kehormatan oleh Hatta untuk menyampaikan keterangan resmi kepada awak media perihal tak hadirnya Hatta menemani Prabowomenyampaikan penolakan pada pelaksanaan Pilpres 2014 di Rumah Polonia.

Menurut Dradjad, pertemuan tertutup itu membicarakan mengenai bagaimana PAN menyikapi semua proses yang terjadi dalam pelaksanaan pilpres. Hatta pun tak hadir menemani Prabowo lantaran sedang acara yang tak bisa ditinggalkan.

"Pak Hatta ada tugas lain, jadi memang masalah timing saja (tidak hadir menemani Prabowo)," kata Dradjad di kediaman Hatta, Fatmawati Golf Mansion, Jakarta Selatan, Selasa (22/7).

Dradjad juga menjelaskan jika Hatta tak bisa membelah diri menjadi dua untuk menghadiri beberapa acara sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Hal itu juga menjadi alasan mengapa dalam surat pernyataan penolakan pilpres resmi milik Prabowo tidak ada pula tanda tangan dari Hatta.

"Karena timing saja, waktunya mepet. Pak Hatta tidak mungkin membelah dirinya di dua tempat," ujarnya.

Dradjad pun menegaskan jika Hatta masih ada di dalam Koalisi Merah Putih. Tidak adanya Hatta mendampingi Prabowo di Rumah Polonia bukan alasan untuk menganggap jika Hatta mulai berseberangan dengan Prabowo.

"Sikap PAN itu tetap dalam Koalisi Merah Putih. PAN solid dan itu sudah kami sampaikan kepada semua teman-teman koalisi. Kebetulan di Polonia. saya dan Mas Taufik Sekjen PAN kita tetap merupakan bagian dari Koalisi Merah Putih," paparnya.

3. Tak ada petinggi Demokrat di Tugu Proklamasi

Ketua Harian DPP Demokrat Syarief Hasan mengaku tidak mengutus siapapun untuk datang dalam deklarasiKoalisi Merah Putih di Tugu Proklamasi. Kedatangan Ketua DPD DKI Demokrat dinilai hanya spontanitas saja.

"Tidak ada perintah, mungkin (Nachrowi) hanya spontanitas saja," ujar Syarief saat dihubungi merdeka.com, Senin (14/7).

Menurut Syarief, Partai Demokrat memutuskan bersikap menahan diri selama masa penghitungan ini. Sikap ini diambil Demokrat agar keamanan bangsa dan negara tetap terjaga hingga 22 Juli mendatang.

"Jadi begini Partai Demokrat menginginkan selama masa perhitungan ini, supaya semua menahan diri dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa karena masa kampanye sudah berakhir, Pilpres kan sudah dilakukan jadi bagi Demokrat lebih bagus semua menahan diri sampai tanggal 22 Juli itu," jelasnya.

Syarief mengatakan seharusnya yang menandatangani Koalisi Merah Putih itu adalah dirinya selaku Ketua Harian DPP Demokrat atau Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono. Syarief menegaskan, penandatanganan yang dilakukan oleh Nachrowi, bukan atas arahan partainya.

"Yang berhak tanda tangan Ketua Harian DPP Demokrat atau Ketua Umumnya, tidak ada perintah (Nachrowi tanda tangan) itu," ujarnya.

4. Golkar mulai lirik Jokowi

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono menyatakan, partainya membuka kemungkinan untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi. Langkah ini bisa dilakukan sebab Golkar memiliki program utama, yakni membantu pemerintah.

"Partai Golkar salah satu program pokoknya ya membantu pemerintah. Kan sekarang belum tahu pemerintahnya siapa. Kalau Jokowi yang menang, ya Jokowi yang kita dukung. Saya kira begitu," ujar Agung usai sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (11/7).

Agung mengungkapkan, dalam politik, segala hal masih dapat berubah. Meski demikian, Agung mengakui hal itu belum menjadi keputusan utama karena masih menunggu pengumuman KPU.

"Itu memang bisa berubah karena kemungkinan dalam politik yah bisa,

0 komentar:

Posting Komentar